Airlangga Pastikan Negara Tidak Ikut Menyelesaikan Utang Sritex
Diperbarui:2024-11-08 09:17 Jumlah Klik:136Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan peran pemerintah dalam penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex dari pailit hanya sebagai fasilitator. Artinya bantuan yang diberikan bukan bersifat finansial.
Airlangga mengatakan pemerintah akan tetap mengacu kepada putusan pengadilan dalam membantu Sritex. Terkait utang Sritex kepada 28 bank, akan tetap ditanggung perusahaan tekstil tua tersebut.
"(Utang kepada 28 bank ditanggung) pemilik Sritex. Sejauh ini kan kita fasilitator saja," kata Airlangga kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2024).
Baca juga: Menaker Ungkap Sritex Anggap Enteng Utang Rp 100 M, Dampaknya FatalLangkah ke depan yang didorong pemerintah adalah bagaimana Sritex bisa tetap berproduksi dan berkegiatan biasa seperti ekspor impor. Sejauh ini pihak Bea Cukai, kurator dan pemilik disebut sudah bertemu.
Dari pertemuan tersebut, kata Airlangga, ada hal-hal teknis yang disepakati terkait jaminan operasional dan proses izin ekspor impor. Termasuk profit atau penghasilan dari ekspor harus dapat membiayai operasional usaha.
"Kalau operasionalisasi itu kan harus pemilik lama yang lebih mengetahui. Harus ada jaminan bahwa dari operasi tersebut, keseluruhannya impor ekspornya sesuai dengan bidang usaha tersebut," jelas Airlangga.
"Jadi ada koridor-koridor yang harus disepakati dan juga penghasilan dari ekspor juga kembali untuk membiayai operasi usaha," tambahnya.
Berdasarkan laporan keuangannya, per Semester I-2024 liabilitas Sritex tercatat US$ 1,6 miliar atau setara Rp 25,12 triliun (kurs Rp 15.700). Angka ini terdiri atas liabilitas jangka panjang sebesar US$ 1,47 miliar dan liabilitas jangka pendek sebesar US$ 131,42 juta. Lalu ekuitasnya telah mencatatkan defisiensi modal sebesar -US$ 980,56 juta.
Baca juga: BCA Pemberi Utang Terbesar ke Sritex Respons soal Kondisi PailitUtang bank menjadi salah satu pos yang mengambil porsi paling besar dalam liabilitas jangka panjang Sritex, dengan nilai sebesar US$ 809,99 juta atau sekitar Rp 12,72 triliun. Hingga 30 Juni 2024, tercatat ada 28 bank yang memiliki tagihan kredit jangka panjang atas Sritex.
Bank-bank tersebut cukup beragam, ada bank pelat merah hingga bank swasta baik dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu bank dengan beban utang paling besar ialah ke PT Bank Centra Asia Tbk atau BCA
(aid/hns)