Keluh Petani Aturan Kemasan Rokok Polos Bikin Harga Jual Tembakau Ambruk
Diperbarui:2024-11-08 08:19 Jumlah Klik:70Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengeluhkan sejumlah Pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) karena dinilai dapat merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT) termasuk mereka yang bekerja di sektor hulu.
Salah satu yang menjadi sorotan dalam PP dan RPMK tersebut adalah aturan terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang dinilai akan semakin merugikan ekosistem industri rokok dalam negeri.
Sekretaris Jenderal APTI, Kusnasi Mudi, mengatakan pada 2024 ini harga jual tembakau dari petani sudah turun hingga 10% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terjadi lantaran kurangnya pembelian tembakau dari para produsen rokok.
"Kalau ada salah satu atau dua perusahaan yang tidak melakukan pembelian, artinya tingkat kompetisinya tidak ada. Malah nanti harganya turun. Seperti di Temanggung sekarang tembakau petani banyak yang belum terserat," terang Kusnasi kepada detikcom, Jumat (1/11/2024).
"Tahun lalu yang 2023 itu harga tembakau memang sangat tinggi. Kalau sekarang ya kurang lebih sekitar 10% penurunan harga," ucapnya lagi.
Baca juga: Tolak Aturan Kemasan Rokok Polos, Pedagang Pasar: Pendapatan Merosot!Dalam hal ini, aturan terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang diusulkan dalam RPMK dinilai dapat semakin menggerus kinerja industri rokok Tanah Air. Sebab banyak pihak sudah memperkirakan imbas aturan ini yang bisa menyuburkan keberadaan rokok ilegal.
"Permasalahannya adalah nanti jika terkait kemasan polos ini sama artinya pemerintah akan melegalkan yang ilegal, takutnya dari situ. Walaupun sebenarnya rokok-rokok ilegal juga sumbernya sama, tembakaunya dari petani, sebenarnya nggak ada masalah. Tapi dalam jangka panjang kan nggak mungkin," papar Kusnasi.
Padahal selama ini lebih dari 90% hasil tembakau para petani diserap oleh industri rokok konvensional alias perusahaan-perusahaan legal. Belum lagi pemerintah dinilai belum memiliki inovasi penggunaan tembakau, sehingga hasil penjualan para petani ini sangat bergantung pada kondisi industri rokok.
Sehingga kinerja produsen pabrik-pabrik rokok konvensional atau legal ini akan sangat mempengaruhi jumlah penyerapan tembakau hasil panen para petani.
"Memang produk yang kita hasilkan itu kan semuanya diserap oleh industri, 90% lebih, hampir 99% katakanlah diserap oleh industri kita. Nah jika industri ini kolaps, ya artinya siapa nanti yang beli tembakau?" ucapnya.
(fdl/fdl)